Rangkaian Paranada: Wanita Bertubuh Kecil Yang Anggun

(rangkaian paranada yang terbengkalai)

Rambutmu yang tergerai begitu saja membuatku terlupa akan hal lain di hari yang mendung itu. Kamu begitu lucu, dilihat dari sisi mana pun. Rasa takut yang dulu selalu bersamaku kini menghilang entah ke mana. Keanggunanmu langsung terpancarkan dari tubuhmu yang terlihat begitu mungil.

Awalnya aku tak pernah berpikir macam-macam mengenai kemustahilan sampai tulisanmu membuatku begitu memikirkan jurang besar yang selalu menghalangi setiap insan yang tengah jatuh cinta— tulisanmu menyadarkanku dari jurang yang selalu membuat setiap orang berpikir berkali-kali.

Meskipun dirimu dan diriku sama-sama tak begitu banyak mengobrol di kelas, aku begitu menyukai ketidak jelasan komunikasi yang selalu dilakukan; Capslock yang selalu dibubuhkan dalam setiap konversasi; bahasa baku yang menjadi pelengkap pertukaran kata; juga komunikasi ambigu di setiap tatapan mata yang saling berpandang.

Aku teringat banyak tentang saranmu yang membuat kesan kedewasaanmu terpancarkan dari kata-kata ketika diriku sedang kembali kepada sifat lamaku-

Apakah kamu masih ingin menjadi pembaca pertama dalam setiap ceritaku?

Apakah kamu masih ingin menjalankan konsep-konsep yang selalu kau ceritakan kepadaku?

Kata-kata dalam setiap paragraf yang kamu tulis mengingatkanku akan lagu Jatuh Cinta Itu Biasa Saja-nya Efek Rumah Kaca. Dalam salah satu bait liriknya bertuliskan: “Jika jatuh cinta itu buta, berdua kita akan tersesat, saling mencari di dalam gelap, kedua mata kita gelap, lalu hati kita gelap”

Nampaknya sekarang aku benar-benar tersesat—bertolak belakang dengan hal yang kamu tuliskan tidak takut untuk tersesat.

Semua orang pernah berharap sambil berteduh dari hujan deras yang mengguyur sebagian bumi seiringan dengan air mata yang terjatuh di bawah langit kelam, seperti hari-hariku belum lama ini.

Kuambil headphone-ku, kucolokan ke dalam handphone, kemudian memutar lagu Desember milik Efek Rumah Kaca, menikmati hujan di depan mataku sambil memasukan tanganku ke dalam jaket, berharap dingin yang menyelimuti dingin ini berganti dengan hangat yang menyenangkan.

Aku berdoa, entah sudah berapa kali, kepada waktu yang terus berjalan membawa berbagai harapan kosong. Mungkin waktu itu sendiri lelah membawa harapan yang selalu kuucapkan.

Perkenalan kita mungkin belum terlalu lama, tapi aku selalu senang bisa mengenalmu. Terima kasih telah menjadikanku salah satu sumber kebahagiaanmu. Aku selalu senang hari di mana kita saling merangkai dan bertukar kata-kata di depan laptop yang keduanya unik.

Terima kasih, untuk komunikasi ambigunya yang mengisi waktuku. Terima kasih, telah mengisi partitur dalam garis paranada baru di dunia baruku ini.


Teruntuk, wanita bertubuh kecil yang anggun yang tak lagi membalas pesan-pesanku.

0 komentar:

Posting Komentar

 

Flickr Photostream

Romantic Palace

Twitter Updates

Meet The Author